Mutiara Guruku
Tuesday, January 1, 2019
Mutiata Guruku - Guru merupakan salah satu unsur dalam sistem pendidikan, karena berhasil tidaknya sebuah pendidikan akan banyak ditentukan oleh guru. Fenomena yang terjadi dewasa ini yang melanda sebagaian besar dunia pendidikan kita adalah banyaknya fakta yang menunjukaka bahwa sudah terjadi tindak kekerasan dilingkungan sekolah/madrasah baik yang dilakukan oleh guru, orang tua maupun kekerasan yang dilakukan oleh siswa. contoh kasus kematian A (8), siswa kelas 2 SDN 07 Pagi Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang dilakukan oleh temannya (murid dengan murid) (kompas.com,19 September 2015).
Kasus pengeroyokan guru SMK 2 Makassar oleh muridnya, (Rakyatku.News, 11 Agustus 2016) dan siswi sebuah SMP negeri di Jeneponto, Sulawesi Selatan, diduga dianiaya guru mereka dan pengroyokan orang tua siswa (AA dan siswa MAS (15) kepada guru di Makasar (Tempo.Co, 11 Agustus 2016) adalah contoh nyata sudah terjadi kekerasan di lingkungan sekolah.
Sebuah lembaga pendidikan dikatakan ideal dalam pelaksanaan kegiatan maupun proses pembelajaran apabila semua unsur pendidikan terpenuhi dan terjadinya saling sinergi antar kelompok-kelompok yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan yaitu sekolah, masyarakat dan keluarga.
Kolaborasi itu akan wujudkan keharmonisan dan kekondusifan lingkungan sekolah sehingga kegiatan pembelajaran benar-benar dapat berjalan dengan baik. Oleh sebab itu diperlukan kesadaran dari semua unsur dan saling memahami betapa pentingnya mempersiapkan generasi yang berkualiatas dan berakhlak mulia untuk menyongsong masa yang akan datang.
Saat ini banyak tenaga guru yang baru lulus berijazah S1 atau bahkan S2, namun kalau dilihat sekilas mereka mengajar tetapi bersandiwara, mereka sedang membangun image tentang dirinya melalui prilaku yang ditampilkan dalam mengajar.
Menurut Jalaludin Rahmad dalam buku psikologinya mengatakan bahwa dia sedang merekayasa penampilan dirinya sesuai yang diingikan.
Idialnya seorang guru dalam melaksanakan tugasnya didasari dengan rasa ikhlas, tanggung jawab dan dilakukan karena Allah bukan karena yang lain misalnya karena membangun kesan dan kepura-puraan) sehingga dilihat sebagai seorang guru yang pandai dan ilmiah.
Guru yang mengajar dengan ikhlas akan jauh dari harapan untuk dipuji dan akan memberikan manfaat yang besar dari apa yang dimilikinya.
Mengajar adalah seni, tetapi itu hanya terdapat di prakteknya saja untuk dapat memperindah estetika dalam penampilannya, contohnya adalah seni di dalam berinteraksi dan melakukan komunikasi dengan siswa, seni dalam mengatur lingkungan untuk membuat siswa menjadi senang berlajar, seni dapat membangkitkan motivasi dan lain-lainnya. (Gage, 1978).
Sementara menurut Doni Koesoema A Mengajar adalah suatu panggilan dan merupakan tugas suci di dalam kehidupannya.
HR Ibn Abdil-Barr Mengajar adalah suatu cara yang terbaik untuk bersedekah. Mengajarkan ilmu dapat mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
George Picket dan John J. Hanlon Mengajar adalah suatu profesi dan juga keterampilan. Tidak semua orang cocok mendapatkan tantangan seperti itu karena berdasarkan kepada pelatihan, temperamen, maupun pengalamannya.
Mutharrif bin Abdullah: “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat” (dinukil dalam Jami’ul Ulum wal Hikam), sedangkan Abdullah bin Mubarak: “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat” (dinukil dalam Jami’ul Ulum wal Hikam]
Ibnul Qayyim: “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa”
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, mengenai ketentuan umum butir 6, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa guru adalah pendidik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 377), yang dimaksud dengan guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.
Menurut Suparlan (2008:12), guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya. Namun, Suparlan (2008:13) juga menambahkan bahwa secara legal formal, guru adalah seseorang yang memperoleh surat keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun pihak swasta untuk mengajar.
Mengajar adalah hal yang mudah untuk dilakukan berbeda dengan mendidik, karena mendidik tidaklah sebatas mentransfer ilmu pengnetahuan semata dan tidak cukup kalau guru hanya menguasai bahan ajar saja akan tetapi Guru harus tahu, sifat-sifat kepribadian dan merangsang pertumbuhan siswanya melalui materi pelajaran yang akan disajikan dan penanaman nilai atau value lebih dari semuanya. seorang guru yang melandasi pekerjaannya karena tuntutan profesi dan menjadikan Allah sebagai faktor yang sangat dipertimbangkan dalam mengajar maka akan lebih mapan dan bermakna bagi anak didiknya.
Guru ini berpikir suprarasional selalu menggantungkan harapan dan doanya kepada Allah SWT dalam ikhtiar memecahkan kesulitan hidup.
Mengapa banyak guru yang tidak berhasil meningkatkan status diri mereka menjadi seorang pendidik. Mereka terpaku dalam melaksanakan aspek pengajaran dalam melaksanakan tugas mereka sehari-hari. Dan kalau hal ini terjadi pada sebagian besar guru, maka hasil yang akan diperoleh ialah siswa-siswa yang cukup luas pengetahuannya, tetapi tidak cukup mantap kepribadiannya.
Keberhasilan seorang guru tidak ditentukan oleh kepala sekolah maupun orang tua wali murid, namun justru ditentukan oleh murid-muridnya. Keberhasilan guru utamanya bisa tercermin pada perubahan sikap positif dari murid-muridnya. baik antusiasme dalam mengikuti pembelajaran, mengikuti dan mentaatai aturan, sorang Ulama’ dan Kyai (Mbah Shorot Pasuruhan) mengatakan bahwa “Cung aku iso sabar iku sosko awakmu” artinya Saya belajar sabar itu dari kamu semua (muridku)”. maka perlu melandasi diri dengan pengakuan bahwa “Inna sholatii wanusukii wamhya ya ma mamati lillahi robbil ‘almin”.
Mengajar adalah bagian penting dari proses pendidikan. Saking pentingnya mengajar (menyebarkan ilmu), Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu pengetahuan lalu ia menyembunyikannya, maka pada hari kiamat kelak Allah SWT akan mengekangnya dengan kekang api neraka.” (HR Abu Dawud dan Imam Tirmidzi).
Sebaliknya, beruntunglah bagi para guru yang gemar mengajarkan ilmu kepada para muridnya. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala dari orang-orang yang mengamalkannya dengan tidak mengurangi sedikit pun pahala orang yang mengerjakannya itu.” (HR Ibnu Majah).
Dengan menjaga keikhlasan dan melandaskan kegiatan mengajarnya kepada Allah SWT. maka Allah-pun juga tidak akan mendiamkan hambaNya yang selalu berusaha dengan mendatangkan rezeki yang tak disangka-sangka. contoh nyata Bagaimana mungkin gaji seorang guru honorer bisa mencukupi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang perguruan tinggi? padahal gaji secara matematika tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhannya apalagi untuk biaya sekolah.
Rezeki yang tak diduga itu adalah hasil kombinasi ikhtiar/usaha dan menjaga keikhlasan hati dalam mengajar, maka atas izin Allah SWT, kesusahan membawa kenikmatan.
Ada dugaan yang beredar bahwa tingginya tunjangan profesi guru maupun profesi-profesi selain guru belum bisa mengangkat profesionalitas dan kualitas kinerja, besarnya pengnhasilan guru maupun profesi lain pegawai kantoran kah atau pegawi secara umum belum menjamin berkembangnya kualitas dirinya dalam melaksanakan tugasnya baik mengajar dan mendidik maupun menyelesaikan tupoksinya, bahkan muncul romor dimasyarakat “ada serifikasi maupun tidak ada sama saja”, “ada tambahan tunjangan kinerja maupun tidak sama saja” maka banyak stempel masyarakat terhadap guru atau pegawai diantaranya adalah:
Pertama, Pegawai atau Guru yang hanya melakukan kegiatannya sebagai “rutinitas belaka” kegiatannya hanya “masuk, absen baca koran dan pulang” kalau guru ya “masuk, mengajar, lalu pulang” begitu setiap hari. seolah tidak ada kemanfaatan dalam hidupnya. Golongan ini termasuk manusia robot.
Kedua, ‘Pegawai atau Guru yang selalu menghitung untung dan rugi dalam melaksanakan tugasnya. Parahnya yang dijadikan patokan kerjanya adalah menuntut haknya saja tanpa memperhitungkan kewajibannya, pegawai atau guru itu mau meaksanakan kewajibannya jika haknya sudah diterima. akhirnya jadi saling tawar ada untung saya kerjakan. Golongan ini termasuk golongan Matrialis (serba materi).
Ketiga, Guru yang mempunyai keikhlasan dalam mengajar mendidik dan belajar. Guru ini yakin bahwa target pekerjaannya adalah membuat para siswanya berhasil memahami materi-materi yang diajarkan, mau instrupeksi jika siswanya gagal dan selalu meluangkan waktu untuk belajar. inilah yang tergolong menjadi semboyan hidupnya “Khoiron Nas Anfauhum Lin Nas” sebaik manusa adalah yang bermanfaat bagi manusia lain.
Jadi yang perlu dilakukan adalah bahwa niat atau keinginan untuk dipuji, bahkan pamer ini benar-benar kita jauhkan dari diri kita semua (sepi ing pamrih) atau tidak ada tendensi lain kecuali karena Allah SWT. baik kita yang bekerja sebagai guru, ustadz, atau dosen, widyaiswara maupun yang berfungsi sebagai pembimbing di luar lingkungan pendidikan formal. mampu meningkatkan pelayanan ke taraf profesionalisme yang paling tinggi yaitu mendidik. Hanyalah dengan sikap seperti ini akan lahir tindakan mendidik yang jujur dan lurus, yang tidak membingungkan, tidak menakutkan dan tidak pula menyesatkan
Dari uraian diatas bisa diambisl sebuah kesimpulan bahwa ketika kita melakukan aktifitas pekerjaan terutama seorang guru yang notabene berbeda dengan profesi lain makan perlu mempersiapkan diri secara lahir batin agar menjadi guru yang bisa diteladani dan menjadi ispirasi bagi siswa siwinya, didiklah siswa dengan sebaik mungkin dan ikhlas agar mereka bisa menjadi manusia-manusia berkarakter, handal dan terampil dan berwawasan luas di segala bidang, sebagai penerus bangsa yang bisa meneruskan kembali perjuangan bangsa, dalam membangun negara Indonesia yang dapat bersaing dengan negara-negara berkembang.
Sumber bacaan
- Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
- Doni Koesoema, Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta:
Grafindo, 2010),hlm. 194.
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 377),
- https://www.scribd.com/document/353817030/Kumpulan-Hadis-hadis-Tarbawi-Ttg-Pendidikan
- Ada 3 jenis guru, Anda termasuk yang mana ? (oleh munif chatib)
- https://www.sepengetahuan.co.id/2016/10/pengertian-mengajar-menurut-para-ahli-lengkap.html
- https://bdksemarang.kemenag.go.id/keikhlasan-guru-sebagai-inspirator-dalam-mengajar-dan-
mendidik/
- https://bdksemarang.kemenag.go.id/keikhlasan-guru-sebagai-inspirator-dalam-mengajar-dan-
mendidik/